Aku kembali menebarkan pesona fanfic abal-abalku (?)
Sebenarnya fanfic ini req dari seorang teman yang identitasnya disamarkan karena takut terkenal, haha..
Langsung aja nyok kite goyang cecar rame-rame (???) Keep smile :D
Title :
The End Arrow
Author : Muna Arakida
aka HyeRim
Rate :
T
Length : Chaptered
Genre :
Friendship, School’s life
Cast :
Choi MinHo [SHINee’s member]
Choi JinRi [F(x)’s member]
Lee HyunWoo
Lee
TaeMin (SHINee’s member)
Note
: This real my imagination but the
idea from my friend. And this FanFic is his
request. Happy and enjoy reading^^
==PRESENT==
Seorang namja
tengah memejamkan kelopak matanya. Lingkaran menghitam juga tampak menghiasi di
sekitar daerah yang terpejam itu. Ia berbaring di atas bangku panjang di
sekitar taman dekat apartement-nya. Dia tidak sedang menyusuri dunia imajinasi
dalam bunga tidurnya. Ia hanya ingin mengistirahatkan sebagian saraf dari kerja
rodi-nya yang akhir-akhir ini membabi
buta sistem imun-nya.
Bayangan sosok
yeoja dengan dress selutut
berwarna hijau toska juga tengah bergelayut dalam ruang pikirnya. Baru setengah
jam yang lalu ia bertemu dengan seseorang yang dulu pernah terbelenggu di
hatinya. Dulu, sebelum ia memutuskan neurit
cintanya. Sebelum impuls-impuls kasihnya terhenti pada satu
rangkaian hidupnya.
Rambut panjang yang tergerai indah melambai ke arahnya.
Begitu juga senyum yang menambah elok parasnya. Ia ingat betul semua itu.
Sepasang manik coklat itu juga masih sangat membekas dalam kamus ingatannya.
Hanya ada sedikit perbedaan antara dirinya dua tahun yang lalu. Pancaran dari
tatapannya tidak penuh cinta dari yang diperolehnya dulu. Terkesan biasa saja.
Tak ada yang se-spesial saat ia menyapanya setiap kali bertemu, dulu.
Namja ini juga
tak menyangkal jika ia masih merasakan getaran aneh di dadanya. Napasnya yang
tiba-tiba meningkat seakan sulit dibedakan dengan orang yang sedang terserang
asma. Hingga ia mencoba mengontrol kadar oksigen yang hilir mudik melewati alveolus dalam tubuhnya. Akalnya juga
mencoba untuk menerima kenyataan yang pahit. Pahit untuk menyadari kenyataan.
Layaknya obat yang sering ia minum akhir-akhir ini. Meskipun obat tersebut
pahit, tapi terus melewati kerongkongannya pula.
Dering ponsel dari saku jins hitamnya mengharuskan sepasang kelopak matanya terbuka. Tangan
kanannya merogoh benda tipis putih itu. Layaknya orang yang menerima telpon, ia
menempelkan layar screen yang menyala
pada daun telinga kanannya.
“Yeoboseyo.. Ne,
nan Choi MinHo. Nuguseyo? Arrasoyo, chakhamanyo.” [Halo.. Ya, saya Choi
MinHo. Ini siapa? Saya mengerti, tolong tunggu.]
Setelah
percakapan singkat itu, Ia bergegas pergi ke suatu tempat. Langkah cepat yang
terkesan terburu-buru dari sepasang sepatu kets
pearl blue-nya menuju sebuah halte terdekat
dari taman itu. Matanya menoleh ke arah datangnya bus dengan tak sabar. Kakinya yang jenjang juga mengikuti irama
gelisahnya.
Tak lama
datanglah alat transportasi umum yang sejak beberapa menit lalu ditunggunya.
Iapun menaikinya dengan tergesa. Tangan kanannya yang setengah mengepal berada
di depan mulut dan hidungnya. Hasil ekskresi akibat aktivitas dadakannya masih mengalir
melewati pelipisnya yang juga penuh peluh. Kembali matanya yang tak
henti-hentinya menengok ke arah benda yang melingkar manis di tangan kirinya.
14:47, itulah yang tertera pada benda hitam itu.
Saat benda
besar berpenumpang itu berhenti tepat di halte dekat tempat tujuannya, ia
keluar dari pintu masih dengan tergesa-gesa. Langkahnya yang tadi hanya dua
kali lipat langkah normal telah berganti dengan lari kecil. Saat pintu depan
gedung besar dengan warna dominan putih itu ia masuki, bau obat-obatan yang
menyengat langsung menyapa indera penciumannya.
“Chogiyo, Eodi Choi JinRi-ssi saat
ini?” suara terengahnya sempat keluar saat ia menanyakan keberadaan yeoja yang mengganggu aktifitas otaknya
pada seorang perawat di lobi rumah sakit.
“Chakhamanyo,” Seorang yeoja berpakaian serba putih itu mencari
apa yang dibutuhkan MinHo pada layar komputer di depannya. “Choi JinRi-ssi, berada di kamar 204.” Setelah
mendengar kalimat terakhir dari Jang NaRa, nama yang terpampang pada nametag-nya, MinHo kembali berlari kecil
ke arah koridor sebelah barat.
Kakinya
berhenti tepat di depan pintu silver dengan
angka 204 menempel dibagian atasnya. Pandangannya tertuju pada sosok yang
tengah terbaring dengan beberapa slang
khas rumah sakit saat ia memasuki ruangan bernuansa krem itu. Matanya yang
memerah tak sanggup melihat kondisi yeoja
yang sangat dicintainya. Ia jatuh terduduk di atas sebuah kursi dekat ranjang.
Wajah yang
biasanya penuh dengan senyuman dari bibir ranum itu kini sama sekali tak nampak
dari HaKyung. Dress selutut yang
biasanya melekat indah pada lekuk tubuhnya telah tergantikan oleh pakaian biru
bergaris putih. Pakaian yang sama seperti yang dilihat MinHo tadi ketika ia
melewati beberapa pasien di koridor menuju tempatnya kini. Pakaian itu juga nampak
kebesaran pada tubuh yeoja yang
terbaring lemah itu.
---^^---
“Aish.. Neo! Bagaimana bisa kau ingin keluar
dari sini sedangkan kau sendiri tidak mau makan?! Itu tidak akan menambah
kemajuan kondisimu! Makanlah dulu!” suara berat khas namja terdengar di sudut taman dekat gedung serba putih itu. Tangan
kirinya memegang nampan berisi makanan sedangkan tangan kanannya sedang berusaha
memasukan sesuap nasi ke arah mulut seorang
yeoja berpakaian biru bergaris putih.
“Yak, MinHo~ah! Kau ini sedang menyuapi seorang yeoja cantik sepertiku atau Choco?!!” teriak yeoja yang tengah duduk di atas kursi roda itu kesal. Choco adalah kucing berbulu coklat gelap
milik JinRi. Yeoja yang tengah
mengerucutkan bibirnya itu orang yang sama dengan yeoja yang dicemasi MinHo seminggu terakhir ini, Choi JinRi. Yeoja yang selama ini memenuhi ruang
pikirnya bahkan hatinya.
“Geurae, kalau kau tidak mau disamakan
dengan Choco maka cepat habiskan
makanan ini. Atau acara melihat sunset
di Sungai Han pertengahan musim semi
nanti dibatalkan,” mendengar kalimat itu sontak JinRi melahap makanan yang tadi
ditolaknya. Walaupun setelah itu gerutuan tidak jelas keluar dari mulutnya yang
masih penuh dengan makanan yang sedang diproses secara kimiawi dan mekanis
dalam mulutnya.
MinHo hanya
tertawa geli melihat tingkah kekanakan JinRi. Ia merindukan saat-saat seperti
ini. Ia seperti melihat kembali sosoknya dengan JinRi saat masih berada
ditingkat dua menengah pertama mereka. Saat itu, JinRi juga memintanya pergi ke
tepi Sungai Han untuk menikmati waktu mereka melihat mentari yang sedang menuju
peraduannya. MinHo juga masih ingat bagaimana tingkah JinRi yang mampu mengukir
senyumannya saat meminta MinHo menyetujui permintaan yeoja yang kini tengah asyik memandang mawar merah—yang memenuhi
sebagian sudut taman itu.
Tak terasa
sudah seminggu penuh ia menemani yeoja
yang kini telah kembali dengan senyum cerianya. Tidak seperti sosok yang
dilihatnya saat kali pertama ia memasuki ruang 204 saat itu. Walaupun JinRi
masih belum diperbolehkan turun dari kursi roda-nya, setidaknya ia telah
menemukan keceriaan yang selama empat hari terenggut dari paras cantik JinRi.
Walaupun
MinHo harus membagi waktunya untuk belajar di sekolah pagi harinya dan malam
hari untuk kerja part-time-nya, ia
masih setia menemani JinRi. Baginya, waktu yang dihabiskannya untuk memastikan
bahwa yeoja yang dicintanya itu
baik-baik saja sangat berharga baginya. Saat ia mencoba memfokuskan pikirannya
untuk menyerap ilmu yang diberikan para seonsaengnim
tak luput sedikit ruang ia bagi untuk memikirkan yeoja itu.
Memikirkannya,
membayangkannya, mengetahui bahwa JinRi masih memiliki senyuman yang mampu
memikat setiap orang yang ditemuinya itu seperti glikogen saat ia mengharuskan tubuhnya untuk terus berlari cepat
tanpa henti secara mendadak. Dan menurutnya, ia adalah selubung myelin yang akan terus melindungi JinRi,
neurit yang penuh cinta.
“Yeoboseyo..” kegiatan mengamati setiap
mimik wajah JinRi terhenti saat ponselnya berdering. Pemilik suara yang sengaja
mengecilkan volumenya itu terus menatap JinRi yang masih asyik dengan
mawar-mawar di sekitarnya.
“JinRi~ah. Mianhe. Aku harus
pergi sekarang. Aku janji besok aku akan menemanimu.” Sebenarnya MinHo masih
enggan meninggalkan JinRi sendirian meratapi kebosanannya di dalam ruangan
penuh warna krem itu. Tapi, jika bukan suatu hal yang penting, ia tidak akan
merelakan JinRi menikmati waktunya sendirian. JinRi hanya menganggukan
kepalanya pelan. Ia juga enggan berpisah dengan MinHo. Tapi ia tak mau egois.
Pandangannya masih terarah ke namja
yang berjalan menjauhinya hingga punggungnya yang menghilang di persimpangan.
---^^---
Namja yang tengah asyik bermain dengan
benda hitam itu tersenyum saat seorang namja
dengan t-shirt putih mendekatinya. Namun, ia kembali mengurusi kegiatannya yang
sempat tertunda beberapa detik itu. Ia mengambil gambar apa saja dengan
kameranya. Entah itu orang yang tengah menikmati makannya di kedai ramyeon di seberang jalan. Maupun
sepasang kekasih dengan pakaian couple
mereka yang tengah berbagi es krim coklat tanpa terganggu dengan suasana
jalanan Seoul yang selalu sibuk.
“Ya! Tadi
kau menghubungiku agar cepat datang kemari. Tapi kenapa kau malah mengacuhkan
kedatanganku, huh?! Kau mempermainkanku?” Namja
yang baru datang tadi membombardir dengan kata-katanya yang lepas landas dari
mulutnya.
“Tenanglah, hyeong. Tunggu sebentar. Aku harus
mengambil objek ini,” kata namja yang
masih menggeluti kameranya. Setelah ia menemukan angle yang menurutnya pas, ia tak melepaskan kesempatan itu. Iapun
puas dengan hasil jepretannya.
Namja yang lebih tua umurnyapun hanya bisa
mendesah kesal. Ia mengambil sebotol orange
juice dari tas selempang yang tergeletak di samping kanan namja yang masih asyik dengan
kegiatannya. Meneguknya hingga meninggalkan seperempat botol dari isinya.
Keringat masih mengucur dari dahinya. Napasnyapun masih terengah-engah.
“Hyeong, sepertinya aku menyukai JinRi-ssi .” Kalimat sederhana itu meluncur
dari bibir namja yang masih melihat hasil jepretannya. Sedangkan yang menjadi
lawan bicaranya menghentikan kegiatannya saat mendengar sebuah kalimat dengan
penekanan halus itu. Dan ia bahkan merasa kerja sarafnya mendadak terhenti
untuk sepersekian detik.
Namja dengan T-shirt putih penuh peluh itu
hanya menundukkan wajahnya. Jari-jari tangan kanannya memutar tutup botol
hingga benda itu tertutup rapat dan mengembalikannya ke tempat semula. Ia tak
menyangka bahwa sahabatnya akan mengatakan perasaannya padanya. Perasaan yang
sama-sama dirasakan olehnya. Perasaan yang masih tersimpan rapi di dalam sebuah
kotak dengan gembok cinta dihatinya. Namja
itu MinHo.
“Neo sigaghae?” [Kamu serius?] MinHo
masih berharap jawaban ‘tidak’ yang keluar dari bibir sahabatnya itu. Kerja
jantungnya semakin cepat ketika ia berharap sesuatu yang hanya kemungkinan
kecil terjadi.
“Nan sigaghae. Jeongmal sigaghae.” [Aku serius. Sangat serius.] Seakan gemuruh
disertai petir yang menyambar. Kerja jantungnya yang diluar batas normal
mendadak ingin berhenti detik itu. Detik di mana kalimat yang tersirat
kesungguhan di dalamnya meluncur mulus dari bibir pemiliknya.
“Ah, TaeMin~ah mari kita makan ramyeon. Aku sudah sangat lapar sejak tadi. Kajja!”
Dan di
sinilah mereka berdua sekarang. Duduk di kursi panjang di dalam tenda di
pinggir jalan. Semangkuk besar ramyeon
yang dipesan MinHo. Sedangkan TaeMin hanya memesan ukuran normal seperti
biasanya. Ia masih heran dengan tingkah hyeong-nya.
Tidak seperti biasanya MinHo memesan dengan porsi jumbo seperti sekarang. Apalagi ia meminta agar ramyeon pesanannya sangat pedas.
Padahal,
MinHo sendiri tidak terlalu suka dengan makanan yang terlalu pedas di lidahnya.
Ia lebih suka tidak terlalu pedas untuk ramyeon-nya.
Tak heran jika TaeMin terperangah melihat MinHo melahapnya dengan cepat. Bahkan
ia melupakan suhu panas dari makanan berkuah merah itu. Raut wajah TaeMin
sangat jelas urat kekhawatirannya. Ia sendiri hanya memakan sedikit dengan tempo lambat sambil terus memandang ke
arah hyeong-nya.
Udara Seoul terasa sangat menyengat bagi
MinHo. Ditambah hawa panas dari relungnya. Juga mesin-mesin di otaknya yang terlalu
memaksakan diri. Memaksakan untuk tidak memikirkan kalimat yang didengarnya
dari TaeMin sebelum singgah ke kedai ini. Dan sepertinya, perutnyapun juga
mulai memanas.
---^^---
~TBC~
Mianhe kalau masih ada typos
Give me some comment pls ^^
.
.
.
.
WRITTEN only ARAKIDA BLING ^^
GO AWAY PLAGIARISM!!!!!!
mian baru komen sekarang. huhu
BalasHapusffnya kereeenn.
jadi semacam flashback ttby lagi kkk
tapi ditambah taemin hehe
cinta segi 4 ato segi 3 nih? wkwk
next part ditunggu ;)
Uhuy, komen lagi \(^,^)/
Hapusgomawo udah brsedia komen, maf kalo link nya ganggu *bow
flashback ttby? Haha, bener si, tp yg jd inspirasi mlh si hana (bener ga ya, lupa, yg ska ngjar taejoon) sama sang ketua, hehe..
Spt yg trtulis diatas, ini req tmenku yg crhat ttg (mungkin) kisah cintanya, dy ga ngaku soalnya, hoho
next partnya udh jd, tggl d publish, smga brkenan mnunggu, gomawo sblmnya.
Oya, ff unn jg ditunggu, hehe ^,^