Rabu, 17 Oktober 2012

FANFICTION: Fatamorganamu

Tittle                :           Fatamorganamu
Author             :           Muna Arakida aka HyeRim
Genre              :           Romance
Rating             :           G
Length             :           Oneshoot
Cast                 :           Aku (readers)
                                    Dia (your bias)
Desclimer         :           This story is my imagination. Please don’t bashing and go away plagiator! Happy and enjoy reading.






Hari demi hari kulalui
Dengan siluit-siluit dirimu yang semu
Dengan bayanganmu yang kabur,
Yang takkan jelas kutatap
Dulu, hadirmu bukan sekedar siluit-siluit ataupun baying-bayang semu
Kau Nampak jelas kupandang
Bagai sang bulan dalam malam
Entah kenapa, Sekarang, kesal diri ini?
Ketika melihatmu, siluitmu ataupun bayangmu sekarang, dimataku kau bagai sebuah guci yang tlah pecah yang tak kembali sempurna bila disambung lagi
Kau hanya fatamorgana
Fatamorgana di dunia angan
Hanya bisa diri ini mengagumimu,
Lewat fatamorgana yang cepat hilang tanpa bekas!
Hilang dan terus hilang, tererosi oleh kekecewaan

__FATAMORGANAMU__
At 17.20
March 8 2012

ooOoo

Kau tau cinta? Kata orang itu ruang rasa. Atau malah itu rasa yang selalu digembar-gemborkan kebanyakan orang.
Kau tau cinta? Kata orang itu suatu rasa yang indah yang susah tuk dijabarkan yang menyelimuti kebanyakan orang.
Kau tau cinta? Kata orang itu menyelimuti hari-hari yang akan selalu berwarna yang menyisakan kenangan kebanyakan orang.
Aku tau cinta? Kata relung itu yang membuatku merubah hari bahkan pribadiku kini.


ooOoo


          Dia. Sosok namja yang lembut, ramah, sopan, bersahabat menurut sudut pandangku. Sorot pandangnya selalu membuatku teristimewa. Rekahan senyumnya selalu membuatku terhangat untuknya. Perhatiannya selalu membuatku bagian dari dirinya.

          Kau tau, hatiku ini keras sebelum dia meleburkan bongkahan sunyi yang mengendap lama di sana. Membagi percikan kasih sayang dan menanamkan bibit rasa yang menjadi rimbunan pohon cinta.

          Hangat. Itu yang kurasakan ketika dia bersama membangun sebuah bangunan kokoh–yang kuharap hingga akhirku—antara aku dan dia.

          Kau tau, aku merasa telah menggapai bintang dalam ruang tak terbatas. Mengitarinya, membawanya dalam dekapan kebahagiaan yang tiada ujung.

          Kau tau, bagaimana rasanya jika kau berhasil menjuarai olimpiade dan membawa pulang medali emas lalu membanggakannya kepada orang yang kau sayang? Sama halnya denganku, yang berhasil meraih medali cintanya.

          Semua hari terasa indah untukku. Bahkan terlalu indahnya untuk melupakannya. Lembaran-lembaran kenangan yang kami toreh bersama, mungkin sudah seperti deretan buku tebal di perpustakaan yang luas tiada ruang.

          Kisah itu seperti lukisan indah dideretan kanvas yang telah dibingkai seindahnya dan disematkan didinding museum yang besar tak terbayang.

          Atau seperti bait-bait kata-kata indah dari seorang penyair terkenal yang telah melegenda semua puisi cintanya.

          Bahkan sepertinya semua itu masih kurang untuk menggambarkan perasaanku yang tiada bendung kepada sosoknya yang terlihat hampir sempurna dimataku.

          Namun itu hanya berlangsung beberapa bulan saja. Dia meninggalkanku dalam hubungan yang menggantung tanpa sebab.

          Sosoknya seperti hilang dalam pusaran segitiga bermuda. Lenyap tak berbekas. Tak ada petunjuk pasti darinya. Jejaknyapun tak nampak dalam segala pandangku.

          Dia meninggalkan tanda tanya besar dalam ruang berpikirku. Kalang kabut yang kurasakan tetap tak menjangkau segala yang dia tinggalkan.

          Hingga hari itu. Hari di mana dia muncul membawa satu kata. Satu kata sederhana yang terucap dari bibir manisnya. Hanya satu kata sederhana yang sudah bisa mendeskripsikan apa maksudnya. Satu kata sederhana saja namun tak bisa menutup lubang dihatiku, bahkan memperluas, memperdalam. “Mianhe…”

          Bangunan kokoh itu ambruk. Pilar-pilar kepercayaan dan kasih sayang runtuh seketika. Rata tak berbentuk.

          Pikiranku tetap berputar dalam porosnya. Pertanyaan-pertanyaan muncul memenuhi ruang pikirku. Hingga berefek sesak didadaku.

          Alasan. Itu yang kubutuhkan. Bukankah suatu pernyataan harus disertai alasan? Aku butuh alasan untuk sebuah pernyataannya yang telah membuatku seperti raga yang kehilangan jiwanya.

          Nihil. Tak ada alasan yang masuk akal darinya. Hanya alasan berbelit yang tak menguatkan atas pernyataannya itu. Aneh memang.

          Sejak saat itu, tak ada lagi kehangatan yang tercipta darinya untukku. Tak ada lagi sosok yang bisa membuat aktivitas jantungku berdetak tak beraturan. Tak ada lagi..

          Saat kami berpapasan, ia selalu memalingkan pandangan. Seakan aku adalah monster yang tak sedap tuk dipandang.

          Sosok lainlah yang sekarang disandangnya. Seperti tak kenal. Tak saling mengenal. Kami seperti di tempat perasingan di mana banyak orang namun terasa sendiri.

          Entah itu karena dia membenciku atau ia tak berani kepadaku setelah pernyataan itu. Kalau benci, apa yang dia benci dariku? Bukankah aku sudah berusaha menjadi sosok yang seperti dia inginkan.

          Kalau dia takut, apa yang harus ditakuti dari yeoja sepertiku? Hey, aku bukan kanibal yang menginginkan tubuhnya. Aku juga bukan pembunuh. Lantas, apa alasan dari sikapnya itu?

ooOoo


          Kini, waktu telah bergulir cepat. Seharusnya rasa ini juga lenyap dengan cepat. Namun, mengapa masih juga membeku dihati ini? Mengapa masih mengendap dalam tiap sudut rongga ini?

          Seharusnya aku juga tak membingkai rasa itu terus dalam hati ini. Tidak pantas.

          Kau tau, setelah runtuhnya bagunan yang ia bangun dihatiku, tak lama ia membangun bangunan lagi. Namun, bukan untukku. Untuk yeoja itu.

          Kau tau, seharusnya rasa sakit ini tak menghantamku. Tapi entah, rasa ini justru datang tak diharapkan. Sakit. Sangat sakit. Seperti ribuan bahkan jutaan pisau yang menghujam, merobek dan mengoyak.

          Menurutmu, wajar tidak, namja membutuskan hubungan dengan yeojachingunya tanpa sebab dan dengan cepat manjalin hubungan dengan yeoja lain? Terasa mengganjal bukan?

          Sudahlah. Memang dia bukan separuh jiwaku yang sesungguhnya. Dia hanyalah siluit kasat mata yang bagiku hanya fatamorgana.

          Kini, cukup hanya rasa kagum yang berkembang. Tak perlu memiliki kalau akan membuat hati semakin perih karna mencintai sosok kosong itu.

END

Sudah pernah dipublish in other blog and note FB, tapi di hapus, dan dikumpulkan dalam blog ini..
So, jangan anggap ini hasil plagiat, karena ini murni bikinan Author
Written: @Arakida still on BLING BLING ^^
Poetry by: @Ms.32
DON'T COPY THIS POST IN OTHER BLOG OR SITE!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar